BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Layanan
bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di
Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan
bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun
harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang
didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.
Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan
layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun
praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta
mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para
penerima jasa layanan (klien).
Agar
aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam
berbagai bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya
pihak para penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan
tentang landasan bimbingan dan konseling khususnya oleh para konselor
tampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak adanya.
Berbagai
kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan
bimbingan dan konseling selama ini,– seperti adanya anggapan bimbingan
dan konseling sebagai “polisi sekolah”, atau berbagai persepsi lainnya
yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling,- sangat mungkin
memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman dan penguasaan
konselor.tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain,
penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan,
tidak dibangun di atas landasan yang seharusnya.
Oleh
karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan
dan konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan
dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap
gerak langkah bimbingan dan konseling.
B. Landasan Bimbingan dan Konseling
Membicarakan
tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh
berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam
pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan
pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan secara umum.
Landasan
dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor
yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor
selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan
konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh
tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan
tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah
goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan
konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh
akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling
itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya
(klien). Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber,
secara umum terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan
layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan
psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan
(ilmiah) dan teknologi.
BAB II
PEMBAHASAN
Landasan & Bimbingan Konseling Agama
Penderita
gangguan jiwa sering tidak menyadari apa yang sebenarnya sedang melanda
dirinya. Ia gelisah, cemas, tak bersemangat, terkadang takut,
ragu-ragu, tak percaya diri, tetapi ia sendiri tidak tahu persis apa
sebenarnya yang menyebabkan keadaan-keadaan tersebut.
Di
kalangan masyarakat, ada yang menyarankan agar penderita itu dibawa
kepada dukun, karena gejala itu ada hubungannya dengan gangguan makhluk
halus. Di sisi yang lain, ada yang menganjurkan agar penderita dibawa
kepada kepada dokter jiwa karena ia dianggap sakit jiwa. Fenomena itu
menunjukkan bahwa masyarakat belum memahami fungsi bimbingan dan
konseling.
Meskipun
di sekolah sudah ada guru BP yang menangani masalah kesulitan belajar
bagi siswa-siswa bermasalah, tetapi pada umumnya masyarakat belum bisa
membedakan tugas dan fungsi guru BP dengan guru lainya. Layanan
Bimbingan dan Konseling kejiwaan pada umumnya baru tumbuh pada
masyarakat perkotaan, terutama-kota-kota besar, karena hiruk pikuk
kehidupan manusia di kota besar dengan segala permasalahannya sangat
memungkinkan timbulnya gangguan jiwa bagi orang yang tidak siap mental
atau yang terlalu berat beban mentalnya dalam mengatasi problema
kehidupan yang dialaminya.
Meskipun
belum ada data penelitian lapangan, nampaknya pengguna jasa layanan
Bimbingan dan Konseling kejiwaan masih terbatas pada kalangan menengah
ke atas, dan pada kelompok yang relatip tidak dekat dengan agama. Di
kalangan masyarakat santri, jika ada seseorang yang merasa bermasalah
biasanya lebih suka sowan kepada kyai untuk minta doa dan berkahnya agar
sembuh dari gangguan jiwa itu. Apa yang dilakukan oleh para kyai
terhadap tamu yang mohon di doakan dan diberkahi itu sebenarnya memang
merupakan jenis layanan konseling, meski paradigmanya berbeda.
Masyarakat
dakwah di Indonesia pada umumnya masih berkutat di seputar tabligh,
yakni sekedar menyampaikan seruan atau informasi tentang Islam. Usaha
mensosialisasikan Islam dengan persuasip masih merupakan teori yang
dipelajari di bangku kuliah atau di diskusikan dalam seminar-seminar,
belum menjadi perencanaan apalagi program aksi yang terkordinasi.
Orientasi
dakwah di Indonesia pada umunya masih monoton, normatip dan idealistik.
Para da’i pada umumnya belum tertarik dengan penelitian dakwah sehingga
apa yang menjadi kebutuhan masyarakat mad’u tidak diketahui secara
empirik, dan para da’i dalam dakwahnya hanya memberikan apa yang mereka
punyai, bukan memberikan apa yang dibutuhkan. Kelompok masyarakat
bermasalah termasuk yang belum diteliti oleh para da’i sehingga
merekapun tidak tahu persis apa yang dibutuhkan.
Dalam
kondisi masyarakat dakwah yang sedemikian itu maka logis jika bentuk
Bimbingan dan Konseling Agama belum menarik perhatian para da’i.
meskipun masyarakat sebenarnya sudah membutuhkan. Dewasa ini, bentuk
pemberian layanan Bimbingan dan Konseling Agama mestinya sudah menjadi
agenda dakwah, yakni dakwah yang bersifat khusus. Kenyataannya hanya
sedikit da’i yang memusatkan perhatian dakwahnya kepada kelompok orang
bermasalah , dan itupun masih bersifat improfisasi.
TUJUAN DAN FUNGSI KONSELING AGAMA
1. Tujuan umum konseling agama
Tujuan umum dari konseling agama adalah membantu klien agar ia memiliki pengetahuan tentang posisi dirinya melakukan sesuatu perbuatan yang dipandang baik, benar dan bermanfaat untuk kehidupannya di dunia dan untuk kepentingan akhirat.
2. Tujuan khusus konseling agama
§ Untuk membantu klien agar tidak menghadapi masalah.
§ Jika orang terlanjur bermasalah,maka konseling di lakukan dengan tujuan membantu klien agar dapat mengatasi masalah yang di hadapi
§ Kepada
klien yang sudah berhasil disembuhkan,maka konseling agama bertujuan
agar klien dapat mengembangkan potensi dirinya supaya tidak menjadi
sumber masalah bagi dirinya dan bagi orang lain.
3. Fungsi khusus konseling agama
dilihat
dari beragamnya keadaan klien yang membutuhkan bantuan konseling agama,
maka fungsi kegiatan ini bagi menjadi empat tingkat:
§ Konseling sebagai langkah pencegahan
§ Konseling sebagai langkah kuratif atau korelatif
§ Konseling sebagai langkah pemeliharaan
§ Fungsi pengembangan
Pendidikan
agama harus diimulai dari rumah tangga, sejak si anak masih kecil.
Pendidikan tidak hanya berarti memberi pelajaran agama kepada anak-anak
yang belum lagi mengerti dan dapat menangkap pengertian-pengertian yang
abstrak. Akan tetapi yang terpokok adalah penanaman jiwa percaya kepada
Tuhan, membiasakan mematuhi dan menjaga nilai-nilai dan kaidah-kaidah
yang ditentukan oleh ajaran agama.
Menurut
pendapat para ahli jiwa, bahwa yang mengendalikan kelakuan dan tindakan
seseorang adalah kepribadiannya. Kepribadian tumbuh dan terbentuk dari
pengalaman-pengalaman yang dilaluinya sejak lahir. Bahkan mulai dari
dalam kandungan ibunya sudah ada pengaruh terhadap kelakuan si anak dan
terhadap kesehatan mentalnya pada umumnya. Dengan memberikan
pengalaman-pengalaman yang baik, nilai-nilai moral yang tinggi, serta
kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama sejak lahir, maka
semua pengalaman itu akan menjadi bahan dalam pembinaan kepribadian.
Dengan demikian, pendidikan Agama Islam berperan membentuk manusia
Indonesia yang percaya dan takwa kepada Allah SWT, menghayati dan
mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-sehari, baik dalam
kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, mempertinggi
budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan
dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan
yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung
jawab atas pembangunan bangsa.
A. Ajaran Islam Yang Berkaitan Dengan Bimbingan Konseling
Berbicara
tentang agama terhadap kehidupan manusia memang cukup menarik,
khususnya Agama Islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas para Nabi yang
membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan yang hakiki dan juga
para Nabi sebagai figure konselor yang sangat mumpuni dalam memecahkan
permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa manusia, agar
manusia keluar dari tipu daya syaiton. Dengan
kata lain manusia diharapkan saling memberi bimbingan sesuai dengan
kemampuan dan kapasitas manusia itu sendiri, sekaligus memberi konseling
agar tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi perjalanan kehidupan yang
sebenarnya. Dapat dipahami bahwa ada jiwa yang menjadi fasik dan
adapula jiwa yang menjadi takwa, tergantung kepada manusia yang
memilikinya dan menunjukan agar manusia selalu mendidik diri sendiri
maupun orang lain, dengan kata lain membimbing kearah mana seseorang itu
akan menjadi, baik atau buruk. Proses pendidikan dan pengajaran agama
tersebut dapat dikatakan sebagai “bimbingan” dalam bahasa psikologi.
Nabi Muhammad SAW, menyuruh manusia muslim untuk menyebarkan atau
menyampaikan ajaran Agama Islam yang diketahuinya, walaupun satu ayat
saja yang dipahaminya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nasihat
agama itu ibarat bimbingan (guidance) dalam pandangan psikologi.
Dalam hal ini Islam memberi perhatian pada proses bimbingan,.
Selanjutnya
yang berkaitan dengan perkembangan konseling, khusus konseling sekolah
adalah adanya kebutuhan nyata dan kebutuhan potensial para siswa pada
beberapa jenjang pendidikan, yaitu meliputi beberapa tipe konseling
berikut ini :
1. Konseling
krisis, dalam menghadapi saat-saat krisis yang dapat terjadi misalnya
akibat kegagalan sekolah, kegagalan pergaulan atau pacaran, dan
penyalahgunaan zat adiktif.
2. Konseling
fasilitatif, dalam menghadapi kesulitan dan kemungkinan kesulitan
pemahaman diri dan lingkungan untuk arah diri dan pengambilan keputusan
dalam karir, akademik, dan pergaulan social.
3. Konseling
preventif, dalam mencegah sedapat mungkin kesulitan yang dapat
dihadapi dalam pergaulan atau sexual, pilihan karir, dan sebagainya.
4. Konseling
developmental, dalam menopang kelancaran perkembangan individual siswa
seperti pengembangan kemandirian, percaya diri, citra diri, perkembangan
karir dan perkembangan akademik.
Dengan
demikian, kebutuhan akan hubungan bantuan (helping relationship),
terutama konseling, pada dasarnya timbul dari diri dan luar individu
yang melahirkan seperangkat pertanyaan mengenai apakah yang harus
diperbuat individu.
Dalam
konsep Islam, pengembangan diri merupakan sikap dan perilaku yang
sangat disitimewakan. Manusia yang mampu mengoptimalkan potensi dirinya,
sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu pengetahuan
B. Pendekatan Islami Dalam Pelaksanaan Bimbingan Konseling
Pendekatan
Islami dapat dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis dalam pelaksanaan
bimbingan konseling yang meliputi pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan,
dan seterusnya yang berkaitan dengan klien dan konselor.
Jika
konselor memiliki prinsip tersebut (Rukun Iman) maka pelaksanaan
bimbingan dan konseling tentu akan mengarahkan klien kearah kebenaran,
selanjutnya dalam pelaksanaannya pembimbing dan konselor perlu memiliki
tiga langkah untuk menuju pada kesuksesan bimbingan dan konseling.
Pertama, memiliki mission statement yang jelas yaitu “Dua Kalimat
Syahadat”, kedua memiliki sebuah metode pembangunan karakter sekaligus
symbol kehidupan yaitu “Shalat lima waktu”, dan ketiga, memiliki
kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan disimbolkan dengan “puasa”.
Prinsip dan langkag tersebut penting bagi pembimbing dan konselor
muslim, karena akan menghasilkan kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ)
yang sangat tinggi (Akhlakul Karimah). Dengan mengamalkan hal tersebut
akan memberi keyakinan dan kepercayaan bagi counselee yang
melakukan bimbingan dan konseling bahwa pelaksanaan bimbingan dan
konseling akan mengarahkan seseorang pada kesuksesan dan kebijakan, dan
bagi konselor sendiri akan mendapat nilai tersendiri dari Allah SWT.
Para pembimbing dan konselor perlu mengetahui pandangan filsafat
Ketuhanan (Theologie), manusia disebut “homo divians” yaitu mahluk yang
berke-Tuhan-an, bebarti manusia dalam sepanjang sejarahnya senantiasa
memiliki kepercayaan terhadap Tuhan atau hal-hal gaib yang menggetarkan
hatinya atau hal-hal gaib yang mempunyai daya tarik kepadanya (mysterium
trimendum atau mysterium fascinans). Hal demikian oleh agama-agama
besar di dunia dipertegas bahwa manusia adalah mahluk yang disebut
mahluk beragama (homo religious. Pada diri counselee
juga ada benih-benih agama, sehingga untuk mengatasi masalah dapat
dikaitkan dengan agama, dengan demikian pembimbing dan konselor dapat
mengarahkan individu (counselee) ke arah agamanya, dalam hal ini Agama
Islam.
Dengan
berkembangnya ilmu jiwa (psikologi), diketahui bahwa manusia memerlukan
bantuan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya dan muncullah
berbagai bentuk pelayanan kejiwaaan, dari yang paling ringan
(bimbingan), yang sedang (konseling) dan yang paling berat (terapi),
sehingga berkembanglah psikologi yang memiliki cabang-cabang terapan,
diantaranya bimbingan, konseling dan terapi. Selanjutnya
ditemukan bahwa agama, terutama Agama Islam mempunyai fungsi-fungsi
pelayanan bimbingan, konseling dan terapi dimana filosofinya didasarkan
atas ayat-ayat Alquran dan Sunnah Rosul. Proses pelaksanaan bimbingan,
konseling dan psikoterapi dalam Islam, tentunya membawa kepada
peningkatan iman, ibadah dan jalan hidup yang di ridai Allah SWT.
Fungsi Kegiatan Konseling Agama
Dilihat
dari beragamnya keadaan klien yang membutuhkan bantuan konseling agama,
maka fungsi kegiatan ini bagi klien dapat dibagi menjadi empat tingkat.
a. Konseling sebagai langkah pencegahan (preventif).
Konseling
pada tingkat ini ditujukan kepada orang-orang yang diduga memiliki
peluang untuk menderita gangguan kejiwaan (kelompok berisiko), misalnya
orang-orang yang terlalu berat penghidupannya, orang-orang yang bekerja
amat sibuk seperti mesin, orang-orang yang tersingkir atau teraniaya
oleh sistem sosial, atau orang yang kapasitas jiwanya tidak sang¬gup
menghadapi kehidupan modern, atau orang yang menghadapi keruwetan hidup.
Kegiatan konseling yang bersifat preventif ini harus dilakukan secara
aktif, terprogram dan bersistem. Konselor bukannya menunggu klien,
tetapi merekalah yang harus men¬datangi kelompok beresiko ini, seperti
hisbah yang dilakukan oleh para muhtasib pada zaman Umar bin al Khattab.
Program kegiatan semacam pengajian, kun¬jungan sosial, olah raga, kerja
bakti sosial dapat juga berfungsi sebagai bentuk pencegahan.
b. Konseling sebagai langkah kuratif atau korektif.
Konseling
dalam fungsi ini sifatnya memberi bantuan kepada individu klien
memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Dalam hal ini informasi perlu
dise¬bar¬kan kepada masyarakat luas bahwa konselor A atau bahwa lembaga
Klinik Konsultasi Agama tertentu dapat memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang mem¬butuhkan untuk konseling agama. Diinformasikan bahwa
konseling agama dapat membantu memecah¬kan masalah kejiwaan yang
dihadapi orang. Informasi ini dapat disebar luaskan melalui media
komunikasi, atau melalui masjid, majlis taklim dsb.
c. Konseling sebagai langkah pemeliharaan (preservatif).
Konseling
ini membantu klien yang sudah sembuh agar tetap sehat, tidak mengalami
problem yang pernah dihadapi. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan
mem¬bentuk semacam club yang anggautanya para klien atau ex klien dengan
menawarkan program-program yang terjadwal, misalnya ceramah-ceramah
keagamaan atau keilmuan, program aksi sosial untuk kelompok masyarakat
tak mampu, misalnya secara aktif meng¬himpun dana bagi pasien tak mampu
di rumah sakit, panti asuhan atau panti jompo, atau menawarkan program
produktif berupa penghimpunan dana bagi beasiswa mahasiswa berprestasi
tapi tak mampu, atau menawarkan program wisata ziarah . Di Jakarta
lembaga yang sudah melaksanakan fungsi ini adalah Lembaga Pendidikan
Kesehatan Jiwa (LPKJ) Bina Amaliah yang didirikan oleh Dr. Zakiah
Darajat.
d. Fungsi pengembangan (developmental).
Konseling
dalam fungsi ini adalah membantu klien yang sudah sembuh agar dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya pada kegiatan yang lebih baik.
Kegiatan konseling dalam fungsi ini dapat dilakukan dengan mendirikan
semacam club, dengan penekanan pada program yang terarah, yang
melibatkan anggauta, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun
pengembangan. Klien yang sudah sehat dapat diajak untuk menjadi pengurus
dari lembaga-lembaga yang melaksanakan kegiatan sosial, pendidikan dan
keagamaan. Dengan aktif sebagai pengurus maka ia bukan hanya
menyembuhkan diri sendiri tetapi bahkan menyembuhkan orang lain yang
belum sembuh.
Kebutuhan Manusia Terhadap Konseling Agama
Sebagaimana
telah diterangkan terdahulu bahwa Manusia memiliki doa predikat,
sebagai 'Hamba Allah dan sebagai khalifah di muka bumi. Pertama
menunjukkan predikat kelemahan dan ketergantungan antara Manusia yang
lain kepada Manusia terkait masih berlangsung sehingga potensil untuk
mengidap Masalah, sedangkan predikat kedua menunjukkan kebesaran
manusia sekaligus besarnya tanggung jawab kehidupannya.
Dari Sudut pandang itu maka urgensi Bimbingan dan konseling Manusia merujuk kepada ke dua predikat tersebut :
1.
Sebagai makhluk yang lemah suatu ketika Manusia tidak tahan menghadapi
realita kehidupan Yang pahit dan sempit. Kondisi Fisik tak Berdaya,
satu sama lain membutuhkan bantuan, Dokter misalnya-untuk memulihkan
kesehatannya. Demikian pula jenis dan gangguan jiwa seseorang
membutuhkan bantuan kejiwaan, untuk memulihkan rasa Percaya dirinya,
meluruskan cara berfikir, cara pandang dan cara berfikir yang
realistis, Mampu Melihat kenyataan yang sebenarnya dan mampu mengatasi
problemanya
2.
Sebagai khalifah Allah, Manusia dibebani tanggung jawab menyangkut
kebaikan dirinya maupun untuk masyarakatnya. Terkait masih berlangsung
Manusia diberi kebebasan untuk memutuskan Sendiri apa yang terbaik untuk
dirinya, asal bukan perbuatan maksiat yang dilakukan Secara
Terang-terangan. Sebagai khalifah Allah Yang dibebani tanggung jawab
untuk kemaslahatan masyarakatnya, Maka seorang muslim merasa terpanggil
untuk Harus saya ¬ Masyarakat melihara ketertiban. Oleh karena itu,
besar harapan untuk meluruskan hal-hal Yang menyimpang, menata hal salah
dan mendorong hal-hal yang menghentikan kekeliruan-kekeliruan yang
berlangsung. Perspektip Bimbingan dan Konseling secara kodrati manusia
memang membutuhkan bantuan kejiwaan termasuk konseling Agama, dan secara
konsepsional orang yang harus ada.
Untuk mengetahui kedudukan Bimbingan dan Konseling Agama, perlu diketahui beberapa, yaitu:
1. Bahwa Kodrat kejiwaan membutuhkan bantuan psikologis Manusia.
2. Gangguan kejiwaan Yang berbeda-beda membutuhkan terapi yang tepat.
3. Meskipun
Manusia memiliki fitrah kejiwaan yang cenderung kepada keadilan dan
kebenaran, tetapi daya tarik keburukan lebih banyak sehingga motif lebih
kepada keburukan cepat merespon stimulus keburukan, mendahului kepada
stimulus kebaikan.
4. Keyakinan
Agama (keimanan) merupakan kepribadian, sehingga getar batin dapat
dijadikan penggerak tingkah laku (motif) kepada kebaikan.
5. Konselor
lintas agama harus sadar akan nilai dan norma Di dalam proses
konseling, konselor harus sadar bahwa dia memiliki nilai dan norma yang
harus dijunjung tinggi. Konselor harus sadar bahwa nilai dan norma yang
dimilikinya itu akan terus dijunjung dan dipertahankannya. Di sisi lain,
konselor harus menyadari bahwa klien yang akan dihadapinya adalah
mereka yang mempunyai nilai-nilai dan norma yang berbeda dengan dirinya.
6. Konselor sadar terhadap karakteristik konseling secara umum.
7. Konselor
di dalam melaksanakan konseling sebaiknya sadar terhadap pengertian dan
kaidah dalam melaksanakan konseling. Hal ini sangat perlu karena
pengertian terhdap kaidah konseling akan membantu konselor dalam
memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien.
8. Konselor harus mengetahui pengaruh kesukuan, keagamaan dan mereka harus mempunyai perhatian terhadap lingkungan serta agamanya.
9. Konselor
dalam melaksanakan tugasnya harus tanggap terhadap perbedaan yang
berpotensi untuk menghambat proses konseling. Terutama yang berkaitan
dengan nilai, norma dan keyakinan yang dimiliki oleh suku agama
tertentu. Terelebih apabila konselor melakukan praktik konseling di
Indonesia yang mempunyai lebih dari 357 etnis dan 5 agama besar serta
penganut aliran kepercayaan. Untuk mencegah timbulnya hambatan tersebut,
maka konselor harus mau belajar dan memperhatikan lingkungan di mana
dia melakukan praktik, baik agama maupun budayanya. Dengan mengadakan
perhatian atau observasi, diharapkan konselor dapat mencegah terjadinya
rintangan selama proses konseling.
10. Konselor
tidak boleh mendorong klien untuk dapat memahami agama dan budaya yang
dianutnya. Untuk hal ini ada aturan main yang harus ditaati oleh setiap
konselor. Konselor mempunyai kode etik konseling, yang secara tegas
menyatakan bahwa konselor tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada
klien. Hal ini mengimplikasikan bahwa sekecil apapun kemauan konselor
tidak boleh dipaksakan kepada klien. Klien tidak boleh diintervensi oleh
konselor tanpa persetujuan klien.
11. Konselor
lintas agama dan budaya dalam melaksanakan konseling harus
mempergunakan pendekatan ekletik ini dilakukan untuk membantu klien yang
mempunyai perbedaan gaya dan pandangan hidup.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Definisi
konseling sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu konseling,
perbedaan pandangan ahli, serta teori yang dianutnya. menurut Robinson
(M.Surya dan Rochman N., 1986:25) mengartikan konseling adalah “semua
bentuk hubungan antara dua orang, dimana yang seorang yaitu klien
dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap
dirinya sendiri dan lingkungannya”.
Dapat dipahami bahwa konseling memiliki elemen-elemen antara lain:
1. Adanya hubungan
2. Adanya dua individu atau lebih
3. Adanya proses
4. Membantu individu dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan.
Agama
Agama
sebagai bentuk keyakinan, memang sulit diukur secara tepat dan rinci.
Hal ini pula barangkali yang menyulitkan para ahli untuk memberikan
definisi yang tepat tentang agama. Harun Nasution merunut pengertian
agama berdasarkan asal kata, yaitu al-Din, religi (relegere). Al-Din
(Semit) berarti undang-undang atau hukum. Kemudian dalam bahasa Arab
kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan,
kebiasaan. Sedangkan dari kata religi (Latin) atau religera berarti
mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun
kata agama terdiri dari a = tidak, gam = pergi mengandung arti tidak
pergi, tetap ditempat atau diwarisi turun temurun. Namun setidaknya ada
komponen atau unsur-unsur yang menjadi indikator untuk memahami agama
sebagaimana yang dielaborasi oleh Joachim Wach (1963) yaitu: (a)Thought
yaitu pemikiran yang mengandung makna semua yang dapat dipikirkan untuk
diyakini, (b)Ritual yaitu ajaran tentang tata cara pengabdian kepada
Tuhan dalam bentuk peribadatan, dan (c) Fellowship yaitu pengikut,
penganut atau pemeluk.
Secara
terminologi agama adalah sebuah system keyakinan yang melibatkan
emosi-emosi, rasa dan pemikiran-pemikiran atau rasio yang sifatnya
pribadi dan diwujudkan dalam tindakan-tindakan keagamaan yang sifatnya
individual, kelompok, serta sosial. Didalamnya melibatkan sebagian atau
seluruh masyarakat. Agama merupakan bagian dari hidup manusia yang
sangat penting. Karena manusia adalah makhluk yang beragama (homo
religious), alam semesta menjadi objek pemikiran manusia (antropologi,
teologi, dan kosmologi). Agama telah menimbulkan khayalannya yang paling
luas dan juga digunakan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar
biasa terhadap orang lain. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin
yang paling sempuna dan juga perasaan takut dan ngeri.
b. Saran
Memahami realita apa sebenarnya yang sedang di hadapi. Kita diajak
mengenali kembali siapa sebenarnya dia itu, apa posisinya dan apa
kemampuan - kemampuan yang dimilikinya. Mengajak klien memahami keadaan
yang sedang berlangsung di sekitarnya. Diajak untuk menyakini bahwa
Tuhan itu Maha Kuasa,maha mengetahui, Maha Adil, Maha pengasih dan
penyayang.
kerenn mbusssss
BalasHapuspenting bgt itu
BalasHapuslengkap bgt makalahnya
BalasHapusbetul dan betul
BalasHapus