Kamis, 16 Mei 2013

KONSELING AGAMA

BAB I
 PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien).
Agar aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan bimbingan dan konseling khususnya oleh para konselor tampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak adanya.
Berbagai kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan bimbingan dan konseling selama ini,– seperti adanya anggapan bimbingan dan konseling sebagai “polisi sekolah”, atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling,- sangat mungkin memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman dan penguasaan konselor.tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan, tidak dibangun di atas landasan yang seharusnya.
Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah bimbingan dan konseling.
B. Landasan Bimbingan dan Konseling
Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan secara umum.
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi.

BAB II
PEMBAHASAN
Landasan & Bimbingan Konseling Agama
Penderita gangguan jiwa sering tidak menyadari apa yang sebenarnya sedang melanda dirinya. Ia gelisah, cemas, tak bersemangat, terkadang takut, ragu-ragu, tak percaya diri, tetapi ia sendiri tidak tahu persis apa sebenarnya yang menyebabkan keadaan-keadaan tersebut.

Di kalangan masyarakat, ada yang menyarankan agar penderita itu dibawa kepada dukun, karena gejala itu ada hubungannya dengan gangguan makhluk halus. Di sisi yang lain, ada yang menganjurkan agar penderita dibawa kepada kepada dokter jiwa karena ia dianggap sakit jiwa. Fenomena itu menunjukkan bahwa masyarakat belum memahami fungsi bimbingan dan konseling.
Meskipun di sekolah sudah ada guru BP yang menangani masalah kesulitan belajar bagi siswa-siswa bermasalah, tetapi pada umumnya masyarakat belum bisa membedakan tugas dan fungsi guru BP dengan guru lainya. Layanan Bimbingan dan Konseling kejiwaan pada umumnya baru tumbuh pada masyarakat perkotaan, terutama-kota-kota besar, karena hiruk pikuk kehidupan manusia di kota besar dengan segala permasalahannya sangat memungkinkan timbulnya gang­guan jiwa bagi orang yang tidak siap mental atau yang terlalu berat beban mentalnya dalam mengatasi problema kehidupan yang dialaminya.
Meskipun belum ada data penelitian lapangan, nampaknya pengguna jasa layanan Bimbingan dan Konseling kejiwaan masih terbatas pada kalangan menengah ke atas, dan pada kelompok yang relatip tidak dekat dengan agama. Di kalangan masyarakat santri, jika ada seseorang yang merasa bermasalah biasanya lebih suka sowan kepada kyai untuk minta doa dan berkahnya agar sembuh dari gangguan jiwa itu. Apa yang dilakukan oleh para kyai terhadap tamu yang mohon di doakan dan diberkahi itu sebenarnya memang merupakan jenis layanan konseling, meski paradigmanya berbeda.
Masyarakat dakwah di Indonesia pada umumnya masih berkutat di seputar tabligh, yakni sekedar menyampaikan seruan atau informasi tentang Islam. Usaha mensosiali­sasikan Islam dengan persuasip masih merupakan teori yang dipelajari di bangku kuliah atau di diskusikan dalam seminar-seminar, belum menjadi perencanaan apalagi program aksi yang terkordinasi.
Orientasi dakwah di Indonesia pada umunya masih monoton, normatip dan idealistik. Para da’i pada umumnya belum tertarik dengan penelitian dakwah sehingga apa yang menjadi kebutuhan masyarakat mad’u tidak diketahui secara empirik, dan para da’i dalam dakwahnya hanya memberikan apa yang mereka punyai, bukan memberikan apa yang dibutuhkan. Kelompok masyarakat bermasalah termasuk yang belum diteliti oleh para da’i sehingga merekapun tidak tahu persis apa yang dibutuhkan.
Dalam kondisi masyarakat dakwah yang sedemikian itu maka logis jika bentuk Bimbingan dan Konseling Agama belum menarik perhatian para da’i. meskipun masyarakat sebenarnya sudah membutuhkan. Dewasa ini, bentuk pemberian layanan Bimbingan dan Konseling Agama mestinya sudah menjadi agenda dakwah, yakni dakwah yang bersifat khusus. Kenyataannya hanya sedikit da’i yang memusatkan perhatian dakwahnya kepada kelompok orang bermasalah , dan itupun masih bersifat improfisasi.

TUJUAN DAN FUNGSI KONSELING AGAMA

1.         Tujuan umum konseling agama
Tujuan umum dari konseling agama adalah membantu klien agar ia memiliki pengetahuan tentang posisi dirinya melakukan sesuatu perbuatan yang  dipandang baik, benar dan bermanfaat untuk kehidupannya di dunia dan untuk  kepentingan akhirat.

2.         Tujuan khusus konseling agama
§  Untuk membantu klien agar tidak menghadapi masalah.
§  Jika orang terlanjur bermasalah,maka konseling di lakukan dengan tujuan  membantu klien agar dapat mengatasi masalah yang di hadapi
§  Kepada klien yang sudah berhasil disembuhkan,maka konseling agama bertujuan agar klien dapat mengembangkan potensi dirinya supaya tidak menjadi sumber masalah bagi dirinya dan bagi orang lain.

3.         Fungsi khusus konseling agama
dilihat dari beragamnya keadaan klien yang membutuhkan bantuan konseling agama, maka fungsi kegiatan ini bagi menjadi empat tingkat:
§   Konseling sebagai langkah pencegahan
§   Konseling sebagai langkah  kuratif atau korelatif
§   Konseling sebagai langkah pemeliharaan
§   Fungsi pengembangan








Pendidikan agama harus diimulai dari rumah tangga, sejak si anak masih kecil. Pendidikan tidak hanya  berarti memberi pelajaran agama kepada anak-anak yang belum lagi mengerti dan dapat menangkap pengertian-pengertian yang abstrak. Akan tetapi yang terpokok adalah penanaman jiwa percaya kepada Tuhan, membiasakan mematuhi dan menjaga nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang ditentukan oleh ajaran agama.
Menurut pendapat para ahli jiwa, bahwa yang mengendalikan kelakuan dan tindakan seseorang adalah kepribadiannya. Kepribadian tumbuh dan terbentuk dari pengalaman-pengalaman yang dilaluinya sejak lahir. Bahkan mulai dari dalam kandungan ibunya sudah ada pengaruh terhadap kelakuan si anak dan terhadap kesehatan mentalnya pada umumnya. Dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang baik, nilai-nilai moral yang tinggi, serta kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama sejak lahir, maka semua pengalaman itu akan menjadi bahan dalam pembinaan kepribadian. Dengan demikian, pendidikan Agama Islam berperan membentuk manusia Indonesia yang percaya dan takwa kepada Allah SWT, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-sehari, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

A.       Ajaran Islam Yang Berkaitan Dengan Bimbingan Konseling

Berbicara tentang agama terhadap kehidupan manusia memang cukup menarik, khususnya Agama Islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas para Nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan yang hakiki dan juga para Nabi sebagai figure konselor yang sangat mumpuni dalam memecahkan permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaiton. Dengan kata lain manusia diharapkan saling memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas manusia itu sendiri, sekaligus memberi konseling agar tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi perjalanan kehidupan yang sebenarnya. Dapat dipahami bahwa ada jiwa yang  menjadi fasik dan adapula jiwa yang menjadi takwa, tergantung kepada manusia yang memilikinya dan menunjukan agar manusia  selalu mendidik diri sendiri maupun orang lain, dengan kata lain membimbing kearah mana seseorang itu akan menjadi, baik atau buruk. Proses pendidikan dan pengajaran agama tersebut dapat dikatakan sebagai “bimbingan” dalam bahasa psikologi. Nabi Muhammad SAW, menyuruh manusia muslim untuk menyebarkan atau menyampaikan ajaran Agama Islam yang diketahuinya, walaupun satu ayat saja yang dipahaminya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nasihat agama itu ibarat bimbingan (guidance) dalam pandangan psikologi.
Dalam hal ini Islam memberi perhatian pada proses bimbingan,.

Selanjutnya yang berkaitan dengan perkembangan konseling, khusus konseling sekolah adalah adanya kebutuhan nyata dan kebutuhan potensial para siswa  pada beberapa jenjang pendidikan, yaitu meliputi beberapa tipe konseling berikut ini :
1.         Konseling krisis, dalam menghadapi saat-saat krisis yang dapat terjadi misalnya akibat kegagalan sekolah, kegagalan pergaulan atau pacaran, dan penyalahgunaan zat adiktif.
2.         Konseling fasilitatif, dalam menghadapi kesulitan  dan kemungkinan kesulitan pemahaman diri dan lingkungan untuk arah diri dan pengambilan keputusan dalam karir, akademik, dan pergaulan social.
3.         Konseling preventif, dalam mencegah sedapat mungkin kesulitan yang dapat dihadapi  dalam pergaulan atau sexual, pilihan karir, dan sebagainya.
4.         Konseling developmental, dalam menopang kelancaran perkembangan individual siswa seperti pengembangan kemandirian, percaya diri, citra diri, perkembangan karir dan perkembangan akademik.
Dengan demikian, kebutuhan akan hubungan bantuan (helping relationship), terutama konseling, pada dasarnya timbul dari diri dan luar individu yang melahirkan seperangkat pertanyaan mengenai apakah yang harus diperbuat individu.
Dalam konsep Islam, pengembangan diri merupakan sikap dan perilaku yang sangat disitimewakan. Manusia yang mampu mengoptimalkan potensi dirinya, sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu pengetahuan


B.     Pendekatan Islami Dalam Pelaksanaan Bimbingan Konseling

Pendekatan Islami dapat dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis dalam pelaksanaan bimbingan konseling yang meliputi pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan, dan seterusnya yang berkaitan dengan klien dan konselor.
Jika konselor memiliki prinsip tersebut (Rukun Iman) maka pelaksanaan bimbingan dan konseling tentu akan mengarahkan klien kearah kebenaran, selanjutnya dalam pelaksanaannya pembimbing dan konselor perlu memiliki tiga langkah untuk menuju pada kesuksesan bimbingan dan konseling. Pertama, memiliki mission statement yang jelas yaitu “Dua Kalimat Syahadat”, kedua memiliki sebuah metode pembangunan karakter sekaligus symbol kehidupan yaitu “Shalat lima waktu”, dan ketiga, memiliki kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan disimbolkan dengan “puasa”. Prinsip dan langkag tersebut penting bagi pembimbing dan konselor muslim, karena akan menghasilkan kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ) yang sangat tinggi (Akhlakul Karimah). Dengan mengamalkan hal tersebut akan memberi keyakinan dan kepercayaan bagi counselee yang melakukan bimbingan dan konseling bahwa pelaksanaan bimbingan dan konseling akan mengarahkan seseorang pada kesuksesan dan kebijakan, dan bagi konselor sendiri akan mendapat nilai tersendiri dari Allah SWT. Para pembimbing dan konselor perlu mengetahui pandangan filsafat Ketuhanan (Theologie), manusia disebut “homo divians” yaitu mahluk yang berke-Tuhan-an, bebarti manusia dalam sepanjang sejarahnya senantiasa memiliki kepercayaan terhadap Tuhan atau hal-hal gaib yang menggetarkan hatinya atau hal-hal gaib yang mempunyai daya tarik kepadanya (mysterium trimendum atau mysterium fascinans). Hal demikian oleh agama-agama besar di dunia dipertegas bahwa manusia adalah mahluk yang disebut mahluk beragama (homo religious. Pada diri counselee juga ada benih-benih agama, sehingga untuk mengatasi masalah dapat dikaitkan dengan agama, dengan demikian pembimbing dan konselor dapat mengarahkan individu (counselee) ke arah agamanya, dalam hal ini Agama Islam.
Dengan berkembangnya ilmu jiwa (psikologi), diketahui bahwa manusia memerlukan bantuan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya dan muncullah berbagai bentuk pelayanan kejiwaaan, dari yang paling ringan (bimbingan), yang sedang (konseling) dan yang paling berat (terapi), sehingga berkembanglah psikologi yang memiliki cabang-cabang terapan, diantaranya bimbingan, konseling dan terapi. Selanjutnya ditemukan bahwa agama, terutama Agama Islam mempunyai fungsi-fungsi pelayanan bimbingan, konseling dan terapi dimana filosofinya didasarkan atas ayat-ayat Alquran dan Sunnah Rosul. Proses pelaksanaan bimbingan, konseling dan psikoterapi dalam Islam, tentunya membawa kepada peningkatan iman, ibadah dan jalan hidup yang di ridai Allah SWT.

Fungsi Kegiatan Konseling Agama

Dilihat dari beragamnya keadaan klien yang membutuhkan bantuan konseling agama, maka fungsi kegiatan ini bagi klien dapat dibagi menjadi empat tingkat.
a.        Konseling sebagai langkah pencegahan (preventif).
Konseling pada tingkat ini ditujukan kepada orang-orang yang diduga memiliki peluang untuk menderita gangguan kejiwaan (kelompok berisiko), misalnya orang-orang yang terlalu berat penghidupannya, orang-orang yang bekerja amat sibuk seperti mesin, orang-orang yang tersingkir atau teraniaya oleh sistem sosial, atau orang yang kapasitas jiwanya tidak sang¬gup menghadapi kehidupan modern, atau orang yang menghadapi keruwetan hidup. Kegiatan konseling yang bersifat preventif ini harus dilakukan secara aktif, terprogram dan bersistem. Konselor  bukannya menunggu klien, tetapi merekalah yang harus men¬datangi kelompok beresiko ini, seperti hisbah yang dilakukan oleh para muhtasib pada zaman Umar bin al Khattab. Program kegiatan semacam pengajian, kun¬jungan sosial, olah raga, kerja bakti sosial dapat juga berfungsi sebagai bentuk pencegahan.
b.       Konseling sebagai langkah kuratif atau korektif.
Konseling dalam fungsi ini sifatnya  memberi bantuan kepada individu klien memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Dalam hal ini informasi perlu dise¬bar¬kan kepada masyarakat luas bahwa konselor A atau bahwa lembaga Klinik Konsultasi Agama tertentu dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mem¬butuhkan untuk konseling agama. Diinformasikan bahwa konseling agama dapat membantu memecah¬kan masalah kejiwaan yang dihadapi orang. Informasi  ini dapat disebar luaskan melalui media komunikasi, atau melalui masjid, majlis taklim dsb.
c.        Konseling sebagai langkah pemeliharaan (preservatif).
Konseling ini membantu klien yang sudah sembuh agar tetap sehat, tidak mengalami problem yang pernah dihadapi. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan mem¬bentuk semacam club yang anggautanya para klien atau ex klien dengan menawarkan program-program yang terjadwal, misalnya ceramah-ceramah keagamaan atau keilmuan, program aksi sosial untuk kelompok masyarakat tak mampu, misalnya secara aktif meng¬himpun dana bagi pasien tak mampu di rumah sakit, panti asuhan atau panti jompo, atau menawarkan program produktif berupa penghimpunan dana bagi beasiswa mahasiswa berprestasi tapi tak mampu, atau menawarkan program wisata ziarah . Di Jakarta lembaga yang sudah melaksanakan fungsi ini adalah Lembaga Pendidikan Kesehatan Jiwa (LPKJ) Bina Amaliah yang didirikan oleh Dr. Zakiah Darajat.
d.       Fungsi pengembangan (developmental).
Konseling dalam fungsi ini adalah membantu klien yang sudah sembuh agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya pada kegiatan yang lebih baik. Kegiatan konseling dalam fungsi ini dapat dilakukan dengan mendirikan semacam club, dengan penekanan pada program yang terarah, yang melibatkan anggauta, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pengembangan. Klien yang sudah sehat dapat diajak untuk menjadi pengurus dari lembaga-lembaga yang melaksanakan kegiatan sosial, pendidikan dan keagamaan. Dengan aktif sebagai pengurus maka ia bukan hanya menyembuhkan diri sendiri tetapi bahkan menyembuhkan orang lain yang belum sembuh.

Kebutuhan Manusia Terhadap Konseling Agama
Sebagaimana telah diterangkan terdahulu bahwa Manusia memiliki doa predikat, sebagai 'Hamba Allah dan sebagai khalifah di muka bumi.  Pertama menunjukkan predikat kelemahan dan ketergantungan antara Manusia yang lain kepada Manusia terkait masih berlangsung sehingga potensil untuk mengidap Masalah, sedangkan predikat kedua menunjukkan kebesaran manusia  sekaligus besarnya tanggung jawab kehidupannya.
Dari Sudut pandang itu maka urgensi Bimbingan dan konseling Manusia merujuk kepada ke dua predikat tersebut :
1.  Sebagai makhluk yang lemah suatu ketika Manusia tidak tahan menghadapi realita kehidupan Yang pahit dan sempit.  Kondisi Fisik tak Berdaya, satu sama lain membutuhkan bantuan, Dokter misalnya-untuk memulihkan kesehatannya.  Demikian pula jenis dan gangguan jiwa seseorang membutuhkan bantuan kejiwaan, untuk memulihkan rasa Percaya dirinya, meluruskan cara berfikir, cara pandang dan cara berfikir yang  realistis, Mampu Melihat kenyataan yang sebenarnya dan mampu mengatasi problemanya
2.  Sebagai khalifah Allah, Manusia dibebani tanggung jawab menyangkut kebaikan dirinya maupun untuk masyarakatnya.  Terkait masih berlangsung Manusia diberi kebebasan untuk memutuskan Sendiri apa yang terbaik untuk dirinya, asal bukan perbuatan maksiat yang dilakukan Secara Terang-terangan.  Sebagai khalifah Allah Yang dibebani tanggung jawab untuk kemaslahatan masyarakatnya, Maka seorang muslim merasa terpanggil untuk Harus saya ¬ Masyarakat melihara ketertiban.  Oleh karena itu, besar harapan untuk meluruskan hal-hal Yang menyimpang, menata hal salah dan mendorong hal-hal yang menghentikan kekeliruan-kekeliruan yang berlangsung. Perspektip Bimbingan dan Konseling secara kodrati manusia memang membutuhkan bantuan kejiwaan termasuk konseling Agama, dan secara konsepsional orang yang harus ada.
Untuk mengetahui kedudukan Bimbingan dan Konseling Agama, perlu diketahui beberapa, yaitu:
1.      Bahwa Kodrat kejiwaan membutuhkan bantuan psikologis Manusia.
2.      Gangguan kejiwaan Yang berbeda-beda membutuhkan terapi yang tepat.
3.      Meskipun Manusia memiliki fitrah kejiwaan yang cenderung kepada keadilan dan kebenaran, tetapi daya tarik keburukan lebih banyak sehingga motif lebih kepada keburukan cepat merespon stimulus keburukan, mendahului kepada stimulus kebaikan.
4.      Keyakinan Agama (keimanan) merupakan kepribadian, sehingga getar batin dapat dijadikan penggerak tingkah laku (motif) kepada kebaikan.
5.      Konselor lintas agama harus sadar akan nilai dan norma Di dalam proses konseling, konselor harus sadar bahwa dia memiliki nilai dan norma yang harus dijunjung tinggi. Konselor harus sadar bahwa nilai dan norma yang dimilikinya itu akan terus dijunjung dan dipertahankannya. Di sisi lain, konselor harus menyadari bahwa klien yang akan dihadapinya adalah mereka yang mempunyai nilai-nilai dan norma yang berbeda dengan dirinya.
6.      Konselor sadar terhadap karakteristik konseling secara umum.
7.      Konselor di dalam melaksanakan konseling sebaiknya sadar terhadap pengertian dan kaidah dalam melaksanakan konseling. Hal ini sangat perlu karena pengertian terhdap kaidah konseling akan membantu konselor dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien.
8.      Konselor harus mengetahui pengaruh kesukuan, keagamaan dan mereka harus mempunyai perhatian terhadap lingkungan serta agamanya.
9.      Konselor dalam melaksanakan tugasnya harus tanggap terhadap perbedaan yang berpotensi untuk menghambat proses konseling. Terutama yang berkaitan dengan nilai, norma dan keyakinan yang dimiliki oleh suku agama tertentu. Terelebih apabila konselor melakukan praktik konseling di Indonesia yang mempunyai lebih dari 357 etnis dan 5 agama besar serta penganut aliran kepercayaan. Untuk mencegah timbulnya hambatan tersebut, maka konselor harus mau belajar dan memperhatikan lingkungan di mana dia melakukan praktik, baik agama maupun budayanya. Dengan mengadakan perhatian atau observasi, diharapkan konselor dapat mencegah terjadinya rintangan selama proses konseling.
10.  Konselor tidak boleh mendorong klien untuk dapat memahami agama dan budaya yang dianutnya. Untuk hal ini ada aturan main yang harus ditaati oleh setiap konselor. Konselor mempunyai kode etik konseling, yang secara tegas menyatakan bahwa konselor tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada klien. Hal ini mengimplikasikan bahwa sekecil apapun kemauan konselor tidak boleh dipaksakan kepada klien. Klien tidak boleh diintervensi oleh konselor tanpa persetujuan klien.
11.   Konselor lintas agama dan budaya dalam melaksanakan konseling harus mempergunakan pendekatan ekletik ini dilakukan untuk membantu klien yang mempunyai perbedaan gaya dan pandangan hidup.

BAB III
PENUTUP
a.       Kesimpulan
Definisi konseling sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu konseling, perbedaan pandangan ahli, serta teori yang dianutnya. menurut Robinson (M.Surya dan Rochman N., 1986:25) mengartikan konseling adalah “semua bentuk hubungan antara dua orang, dimana yang seorang yaitu klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya”.
Dapat dipahami bahwa konseling memiliki elemen-elemen antara lain:
1. Adanya hubungan
2. Adanya dua individu atau lebih
3. Adanya proses
4. Membantu individu dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan.
Agama
Agama sebagai bentuk keyakinan, memang sulit diukur secara tepat dan rinci. Hal ini pula barangkali yang menyulitkan para ahli untuk memberikan definisi yang tepat tentang agama. Harun Nasution merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al-Din, religi (relegere). Al-Din (Semit) berarti undang-undang atau hukum. Kemudian dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata religi (Latin) atau religera berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari a = tidak, gam = pergi mengandung arti tidak pergi, tetap ditempat atau diwarisi turun temurun. Namun setidaknya ada komponen atau unsur-unsur yang menjadi indikator untuk memahami agama sebagaimana yang dielaborasi oleh Joachim Wach (1963) yaitu: (a)Thought yaitu pemikiran yang mengandung makna semua yang dapat dipikirkan untuk diyakini, (b)Ritual yaitu ajaran tentang tata cara pengabdian kepada Tuhan dalam bentuk peribadatan, dan (c) Fellowship yaitu pengikut, penganut atau pemeluk.
Secara terminologi agama adalah sebuah system keyakinan yang melibatkan emosi-emosi, rasa dan pemikiran-pemikiran atau rasio yang sifatnya pribadi dan diwujudkan dalam tindakan-tindakan keagamaan yang sifatnya individual, kelompok, serta sosial. Didalamnya melibatkan sebagian atau seluruh masyarakat. Agama merupakan bagian dari hidup manusia yang sangat penting. Karena manusia adalah makhluk yang beragama (homo religious), alam semesta menjadi objek pemikiran manusia (antropologi, teologi, dan kosmologi). Agama telah menimbulkan khayalannya yang paling luas dan juga digunakan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempuna dan juga perasaan takut dan ngeri.
b.    Saran
Memahami realita apa sebenarnya yang sedang di hadapi. Kita diajak mengenali kembali siapa sebenarnya dia itu, apa posisinya dan apa kemampuan - kemampuan yang dimilikinya. Mengajak klien memahami keadaan yang sedang berlangsung di sekitarnya. Diajak untuk menyakini bahwa Tuhan itu Maha Kuasa,maha mengetahui, Maha Adil, Maha pengasih dan penyayang.





Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

4 komentar: